Rabu, 11 November 2009

Kecewa dengan Teman Ngaji?

Suatu masa seorang teman bertanya pada sya

“Sejak kapan ngaji?”

Ngaji yang dia maksud adalah mengkaji islam dalam satu kelompok kecil berisi 4-8 orang dibimbing satu orang guru ngaji.

Sempat heran kenapa lelaki ini bertanya tentang lamanya sya ngaji, apakah ada kaitannya dengan pembahasan selanjutnya, terkait dengan ilmu islam sya yang nggak seberapa?

“sejak SMA kelas 1,”jawab sya akhirnya.

“pernah dikecewain ikhwah?”

“hmm...pernah”

“besaran mana, dikecewain ikhwah sama dikecewain ‘temen-temen’?”

“hmm...simpelnya, ikhwah,”

Kenapa sya jawab ikhwah? Sya sadar, sebagian teman-teman yang ngaji adakalanya lupa bahwa teman-teman kita yang juga ngaji adalah manusia. Kekecewaan yang muncul adalah karena kita menganggap teman-teman kita dalam satu pengajian mengerti akan kita. Kita lupa bahwa mereka juga bisa khilaf, cuek, dan kasar, sama seperti manusia yang nggak ngaji, atau nggak mendalami dan mempraktikkan agama. Lantas apa yang membedakan? Yang beda adalah teman-teman pengajian lebih berusaha untuk memperbaiki diri dari hari ke hari (semoga, amiiin...khusnuzhan aja yuk)

Jadi, sebenarnya pertanyaan teman sya itu bisa dijawab dengan “sama aja kok persentase dikecewainnya”

Bahan introspeksi bersama
Tapi, nggak melulu yang mengajukan pertanyaan seperti teman sya itu nggak mengerti bahwa mereka juga manusia. Bisa jadi, sungguh kita yang berlabel anak-anak pengajian, yang melulu bicara ta’aruf, tafahum, takaful, yang hanya bicara tanpa praktik (na’uzubillah). Sering kita sibuk dengan kegiatan da’wah ini, agenda da’wah itu, syuro di sini, syuro di sana, melontarkan pendapat, membuktikan kecerdasan kita. Tapi, sekedar menyapa kabar seorang kawan, menanyai keadaan keluarganya, atau bahkan memberi tahu kabar sakitnya Fulan, apa kita masih peduli? Hal kecil yang terlihat sepele, tapi ternyata begitu besar maknanya bagi saudara kita. Sebuah sapaan pagi, salam malam, tak begitu berarti bagi kita. Tapi? Semoga semua aktivis (termasuk menasehati sya sendiri nih, meski bukan aktivis seperti dulu) masih ingat akan karakter teman-teman yang tak sama semuanya. Yap, kita mungkin bukan siapa-siapa bagi dunia, tapi kita bisa jadi dunia bagi seseorang (lupa kalimat aslinya). Yap, semangat memperbaiki diri tiap waktu, selama sang kala masih memberikan dirinya untuk kita. Amin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar