Kamis, 23 September 2010

Kado

Seorang teman mengingatkanku akan sesuatu. Kado. Ya, kado. Hadiah yang diberikan dalam momen tertentu. Dan aku ingat penerapan itu diajarkan salah seorang kakak tingkat di jurusanku, tempat kuliah.

Ah, bosan pakai kata aku. Pakai kata saya saja ya. Hehe, lebih terasa saja. Ada yang ingat anjuran Rasulullah Muhammad saw? kalau tidak salah intinya: Saling memberilah di antara kamu agar menumbuhkan cinta di antara kalian.


Bosan dengan tema cinta? Padahal saya lebih sering menulis cinta pada sahabat, lho. Cinta yang dalam wujudnya membentuk kata 'ukhuwah'. So, jangan bosan lagi, ya. Kalau bosan, ya....usahakan nggak bosan, hehehe. Maksa banget saya.

Ada kisah manis terkait kado ini. Kisah antara saya dan rekan saya yang begitu hobi memberi hadiah.

Siang itu Aula di Gedung S Universitas Negeri Jakarta sangat riuh. Yap, tidak lain karena penulis novel Ayat-ayat Cinta sedang mengisi talkshow yang diadakan BEM Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Seperti biasa, ketika ada acara, maka bazar pun digelar. Kali ini yang dijual berupa buku-buku Islam. Seorang rekan menjadi penjaga stand, berganti dengan rekan lain.
Di dekat pintu, dua orang menjaga lembar registrasi. Sebuah formalitas yang begitu berharga bagi kami, ya, menyangkut keuangan. $_$

Di sela acara, saya sedikit bergurau dengan rekan saya. Dan rekan lain, kita sebut saja Fahri, memanggil saya.

"May, sini May," panggilnya. Ia ada di dekat meja penjualan buku. Saya hampiri ia, menanyakan perlunya.

Lelaki berkaos itu menunjuk buku-buku yang dijual.

"Pilihin, May, yang mana," pintanya. Muncullah niat usil saya.

"Buat May? Yang itu aja," jawab saya sambil menunjuk buku sejarah (atau pergerakan, ya?). Wjah polosnya tampak gemas akan kelakuan saya.

"Emang untuk apa, Ri?" tanya saya. Usai minta maaf padanya.

"Beli aja. Kan kalau ada yang milad bisa dikasih. Ya, dikumpul dulu gitu. Jadi nggak ribet beli nanti-nanti," jawabnya. Kompak! Sayapun begitu.

"Terus, kenapa minta May yang pilih?"

"Kan temen Fahri nggak ikhwan aja, May,"

Hehehe, kembali ia mengerucut, sedikit ngambek. Dan saya menunjuk sebuah buku yang saya sendiri tidak suka. Tapi saya pikir bagus buku itu kalau dikasih ke akhwat. hehehe.

Kita skip waktunya ya, dan waktu milad seorang temannya pun tiba. Saya orangnya. Dan sepuluh hari pasca milad saya, Fahri datang.

Masih pagi dan sepi koridor Gedung Q saat saya sampai di kampus. Seperti biasa saya lesehan di koridor. Kemudian Seorang Kakak Kelas, Mbak Retno datang, ikut lesehan sambil mengajak saya berbincang. Saat itulah tiba-tiba Fahri menghampiri.

"May, ini. Met milad ya" singkat padat, ngebingungin. Hehe, kalau teman-teman melihat kejadian itu tentu akan bingung. Datang cepat, pergi kilat, bicara padat. Segera saya terima benda berbungkus sampul buku itu (-__-').

"Alhamdulillah, dapet kado," ujar Mbak Retno. Saya mengangguk senang. Ya, siapa yang tidak senang diberi kado? Tak peduli siapa pemberinya. Tapi mungkin lebih peduli bila pemberi itu teman dekat kita, ya? Entah. Saya buka kado itu.

"Nggak artistik beud, ngakunya anak sastra. Masa pake sampul coklat? Fahriiiiii," saya merutuki pemberi kado itu. Parahnya lagi, perekatnya adalah lakban coklat. tahu, kan? Saya merasa dikerjai saat itu. Tapi tak apa. Mungkin ini bukti 'cinta' seorang teman. Unik juga caranya.

TARAA!! Saya benar-benar kehilangan senyum. Buku berjudul 'Ukhti, Hatimu di Jendela Dunia' itu adalah buku yang saya pilih waktu ada bazar!!!

FAHRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Dan salah satu kisah kado unik pun berakhir. Ya, yang unik bukan kadonya, tapi segala hal yang membungkus kado itu. Dan saya hanya berbagi kisah ini karena saya teringat hal itu, hal yang berkaitan dengan ukhuwah

2 komentar:

  1. Ri itu tokoh nyata ya wkekee
    capa tuh :D

    abisnya di setiap tulisan selalu ada tentang "Ri"
    :p

    BalasHapus
  2. kalau yang ini ada tokoh nyatanya :D

    tapi nama "Ri", "Rin", atau potongan lainnya, itu hasil imajinasi May, kok, Cik. Ehehe

    BalasHapus