Selasa, 31 Januari 2012

Pengejaran

DUAAKKK!!!

"ARGH!" Tubuhku terlempar ke sudut ruang dingin itu. Lelaki yang menendangku--meski aku perempuan--hingga aku seperti ini nampak terengah-engah. Seragam ketat yang dipakainya sepertinya membantu gerakan-gerakan tadi. Kugunakan punggung tangan kananku untuk mengelap cairan anyir di sudut bibir. Oke, aku berdarah. Segera aku berdiri dan menatap nyalang padanya, lelaki yang tingginya 15 cm melebihiku sepertinya.

TRRRR TRRRR segera kami berdua sama menoleh ke sumber suara, jendela ruangan. Kami melihat ada capung besi terbang mendekati bangunan kami. Aku tak tahu apakah helikopter itu ada di pihakku atau pihak lelaki itu. Tapi rasa ingin tahu itu seketika menghilang setelah aku tahu bahwa salah seorang di dalam helikopter itu berpakaian seperti penendangku. Yah, aku dalam keadaan terjepit. Kulihat lelaki itu berjalan menuju jendela, mendekat, sama mendekatnya helikopter itu.

"Ikut aku" ucap lelaki itu. Kejadian yang begitu cepat dan TEPP! tanganku sudah ada di dalam genggamannya. Aku ikut melompati jendela bersamanya, ada sesuatu dalam diriku yang mengatakan bahwa tindakan ini benar. Tak perlu waktu lama hingga kami berada di dalam helikopter, bersama teman-temannya.

"Kau bawa dia?"

"Yeah. Aku yakin dia berguna...dan dia bukan bagian mereka, cuma alat," jawab lelaki yang masih saja menggenggam tanganku. Eh? Alat?

Pikiranku melayang pada kejadian awal semua ini. Ketika aku ikut bersama kesatuan keamanan khusus mengejar lelaki ini. Tak disangka setelah perkelahian satu lawan satu aku bersamanya, aku malah disekap di bangunan tadi. Entahlah apa benar aku disekap karena aku merasa dia sebenarnya menginginkan informasi dariku. Dan entah apa dia menyebutku tawanan kalau aku diberi makan, minum, dan diajak berkisah meski berakhir seperti tadi: perkelahian satu lawan satu. Dia sejenis lelaki yang tak memilih lawan, laki-laki maupun perempuan akan dia hantam bila memang disebut musuh. Tapi, kenapa dia tadi mengajakku bersamanya?

BLAMM!! DUARR!!!

Bunyi keras itu mengalihkan lamunanku. APA!? Bangunan tadi hancur!?

"Syukurlah, tepat waktu," ujar lelaki itu.

"Ja...jadi kau tahu?" tanyaku.

"Memangnya kau kira kami tak tahu rencana satuanmu heh?"

Rencana apa?

"Hei, katakan. Rencana apa maksudmu?"

"Tak perlu pura-pura. Kami tahu satuanmu memasang bom di sana untuk meledakkan kami....dan juga kau."

Mataku membelalak, terkejut dengan ucapannya. Tak mungkin, tak mungkin satuan keamanan khusus itu ingin membunuhku.

"Kau bohong kan?" tanyaku dengan sedikit gertakan gerahamku. Berharap ia berbohong.

"Sayangnya, aku berkata jujur."

"Bohong! tak mungkin kakakku yang merencanakan ini!"

"Hei, Nona. Kau benar-benar diperalat, ya?"

"Kakak yang merencanakan operasi ini, tak mungkin ia mengorbankan adiknya. Kau bohong."

Lelaki itu terdiam. Sementara teman-temannya ikut diam sambil sesekali menggunakan receiver sebagai alat komunikasi dengan pangkalan.

"Itulah kenapa aku tarik dirimu tadi. Kau terlalu polos, Nona. Besok malam kita akan lihat siapa yang jahat, Oke?" lelaki tadi seolah menghiburku. Kukeraskan wajahku kemudian mengangguk.

Aku baru mendengar dari satu pihak, kan? dan kebenaran hanya akan didapat bila kedua belah pihak menyatakan semua sejujurnya. Aku hanya akan bersiap untuk esok.

_+_+_+_+_+_+_+_+_+_+_

Malam ini lelaki itu mengajakku menyamar, menemaninya sebagai pasangan bangsawan di sebuah pesta. Kami mendapat kabar bahwa malam ini akan ada operasi yang dipimpin kakakku. Segera kupakai gaun selutut dan jaket berbulu warna hitam, sedangkan lelaki itu memakai setelan jas berwarna abu-abu tua. Aku memeluk lengannya kala kami memasuki gedung Hurric. Karpet merah yang menyambut kami segera saja menjadi alas menapaknya kakiku, juga kakinya.

"Berdirinya Hurric" Begitu kubaca sebuah tulisan berpigura di salah satu bagian gedung itu. Semua tamu berpesta, dan kami tidak terlalu membaur dengan mereka, hanya bersama Bangsawan Kazardov saja kami berbincang.

"Itu piagam negara untuk gedung ini, Nona," ujar lelaki itu berbisik di telingaku. "Kau sebaiknya melirik layar berjalan di sebelahnya," lanjutnya. Mataku mengikuti perintahnya. Ada tulisan di sana.

Seorang Lelaki Terbunuh di Kebun Samping Gedung Hurric

Begitu isi tulisan di layar tersebut. Saat itu kulihat sekitar kami tak ada siapapun. Berdua aku dan lelaki itu bersegera ke kebun samping. Kupeluk erat lengannya, agak ngeri membayangkan apa yang akan terjadi. Aku tak berharap Kakak melihatku sekarang ini. Entah kenapa.

Akhirnya kami keluar gedung dan mendapati sebuah mobil ambulans memarkirkan dirinya di samping gedung Hurric. Eh? Apa baru saja terjadi? Tapi kenapa hanya ada dua-tiga mobil biasa di sini? Kenapa tak ada mobil polisi? Selain itu, kulihat tak banyak orang yang berkerumun di sekitar lokasi yang diduga tempat terjadinya pembunuhan. Lelaki yang sejak tadi kupeluk lengannya segera berkata padaku.

"Kau pergi dan biarkan aku yang menyelidiki. Aku bukan detektif tapi aku harus memastikan kau aman. Masuklah ek dalam gedung, kembalilah." Dia berkata seperti itu sambil menatap dinding seng di depan kami, yang diduga sebagai lokasi pembunuhan. Tempat itu hanya terisi beberapa mobil dan tak ada apapun. Tak ada siapapun selain kami. Sangat aneh. Tapi kuturuti ucapannya dan aku melangkah berbalik menuju gedung Hurric.

Sampai di dalam gedung, langkahku menuju layar tadi. Entah kenapa aku berfirasat aneh sehingga kupercepat langkahku. Beberapa pelayan yang menawarkan minuman segera kutolak halus. Dan firasatku semakin menguat, terasa aneh ketika mataku menatap layar itu.

Ya! Aneh, kenapa berita seperti itu ditampakkan pada layar seperti ini di saat orang lain tak ada? Kenapa bukan melalui pengumuman suara? Dan, kenapa tadi tidak ada orang berkerumun di lokasi pembunuhan bila benar terjadi pembunuhan? Segera kupercepat langkahku, melalui gedung yang jaraknya agak jauh ke pintu depan itu. aku ingin segera berlari, ingin segera bertemu lelaki itu, karena aku tak ingin dia dalam bahaya. Aku ingin menemuinya.

GUK! GUK! GUK!

"Argh!" teriak seseorang di depanku. Suara yang tak asing. Kulihat tubuh dua orang lelaki diikat di bagian perut, melilit lengan mereka, menjadi satu, satu dalam ikatan. Kulihat mereka sedang dikejar herder. Kulihat lelaki yang tadi bersamaku pakaiannya telah acak-acakan, tak lagi rapi. Bahkan lebam telah nampak di wajahnya.

"Argh!" teriaknya. Kuhampiri ia yang sedang dikejar herder.

"Kau.."

"Lelaki tua ini takut herder sehingga aku ikut ditariknya," ucap lelakiku itu tersengal. Kuhampiri herder yang menggonggong brutal ke arahku. Kupegang kepala dan moncongnya kemudian kuputar hingga herder itu tak bergerak lagi.

"Kau, hebat juga," ujar lelakiku saat kulepaskan ikatannya.

"Terima kasih."

"Ini ulah kakakmu, kau tahu?"

"Ya, aku percaya sekarang. Itu salah satu herder yang dipelihara kakak," jawabku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar