Rabu, 11 November 2009

Hmm...

Penat. Ada rasa tak segar dalam diri ini usai pembicaraan tadi. Tidak lama, hanya beberapa menit. Beberapa menit yng menyita semua rasa di hati. Semua rasa akan keinginan menenangkan hati seorang teman. Kutatap lagi layer ponselku yang menghitam, lampunya tidak lagi menyala. Baru saja. Ya, baru saja. Lang, mungkin bukan saatnya.

“Rin, assalamu’alaikum,”ujarmu tadi mengawali pembicaraan kita di telepon. Jalur udara yang menghubungkan suara kita. Kau di kota bunga, tak sedang menatap berbagai bunga. Katamu kau sedang ada di selasar mesjid tempat kita dulu pertama jumpa.

Saat kauucap kata pertama, kuingat bagaimana aku dengan celana bahanku menyapamu untuk menghadiri sebuah acara. Ya, kuingat kau bermuka masam dan langsung menceramahiku,

“emangnya nggak ada rok?”celetukmu. seorang perempuan berjilbab lebar dan tentunya memakai rok yang menemani kita hanya diam. Ah, aku tak berani menangkap makna diam sang mba itu. Aku hanya memamerkan sebagian gigiku, nyengir, kala kauceletuki saat itu.

“’alaikumussalam warahmatullah, Lang. tumben nih,”ucapku akhirnya menjawab salammu, sang hafizh yang pernah bertengkar hebat denganku. Kini kau bekerja di perusahaan IT. Tepat beberapa pekan sebelum kau diwisuda, kau berhasil bekerja di perusahaan tempat kau magang dahulu.

“Benar, “Aini akan menikah?”tanyamu. ups, kautanya hal itu. Suatu keanehan karena tak biasanya kau mau menyinggung terkait pernikahan bila bicara denganku. Entah, mungkin karena dimatamu aku selalu menjadi anak kecil, Lang? sempat pula kutanya suaramu yang bernada beda. Ah, lang. aku yang terlalu perasa atau memang kedekatan kita yang menyebabkanku peka?

“Iya, lang. Galang kapan? Kenalin dunk, calonmu,”jawabku seceria mungkin. Ya, aku jarang menggunakan kata antum atau ana, tak seperti perempuan jilbab lebar lainnya. Entah, aku nyaman dengan pelafalan ini.

“Hehe, udah dipinang orang,”sahutmu dengan nada hampir teriak. Eh? Sudah dipinang?

“Eh, jangan bercanda, Lang,”

“Yee…Rin, beneran si….”

“Lang…dia?”tanyaku. tanpa banyak ungkapan yang gamblangpun Galang mengerti maksudku. Hening menemani kami. Menanti jawaban.

“Iya. Baru aja merencanakan untuk datang ke dia, malah sudah dapat undangan dari Rin,”

“Lang…nggak apa-apa kan?”

“Beginilah. Biarlah…” Hening lagi.

“Mungkin kau harus mendapat hafizhah, Lang,”ucapku memecah sunyi yang asik bermain di antara kami.

“Amin…insya Allah,”

“Hayuk, ah. Galang yang Rin kenal itu penyemangat! Masih ada kesempatan untuk hal lain,kan, lang?”

“Iya, Rin..hehe..”

“Nggak usah ketawa gitu. Jelek. Sekarang fokus sama kerjaan aja, gimana?”

“Iya makasih Rin, untuk supportnya,”ujarnya kemudian menutup pembicaraan. Kini, akupun merenungi. Belajar darinya. Entah dengan siapa aku nanti, kini hanya melakukan yang terbaik dalam kesendirianku. Yang terbaik untuk sekitar, seperti yang kusemangati pada Galang, fokus. Angin menerpa wajahku sekilas. Meliukkan sisa kain penutup kepalaku, tepatnya jilbab. Kutatap langit di balik kaca jendela. Hmm, langit. Mentari…


ditulis juga di
http://myquran.org/forum/index.php/topic,67059.new.html#new

Tidak ada komentar:

Posting Komentar