Selasa, 13 Juli 2010

Masih Ada Asa Tercipta

Hari menjelang siang, dan benderang kerudung bumi tak menyapu gulana di wajah gadis itu. Tangan kanannya menopang dagu, dan matanya menatap sang benderang tanpa fokus. Tanpa disadarinya, ada sepasang mata mengawasi polahnya, gerak diamnya.
Kulihat mendung menghalangi pancaran wajahmu
Tak terbiasa kudapati terdiam mendura
Apa gerangan bergemuruh di ruang benakmu
Sekilas galau mata ingin berbagi cerita

 Sang pengawas berjalan melambat, menghampiri gadis tadi. Pengawas berjilbab merah marun itu perlahan menghentikan langkahnya. Merendahkan tubuhnya, berjongkok di belakang gadis tadi. Seolah sadar, gadis tadi, gadis berkerudung biru itu menoleh.
Kudatang sahabat bagi jiwa saat bathin merintih
Usah kau lara sendiri masih ada asa tersisa

Tampak bahu sang gadis biru bergetar, gemetar. Tangan lemahnya menyampir di bahu gadis pengawas tadi. DEG! Sebuah rasa seolah teraliri dari sentuhan itu. Gadis pengawas merapatkan duduknya, membiarkan sang rekan memeluknya. Ah, tepatnya ia yang memeluk rekannya. Memberi energi penenangan, menurutnya. Dan ia yakin itu
Letakkanlah tanganmu di atas bahuku
Biar terbagi beban itu dan tegar dirimu
Di depan samar cahya kecil tuk memandu
Tak hilang arah kita berjalan menghadapinya

 "Aku  nggak kuat lagi.." ujar sang gadis berjilbab biru. Suaranya getir, bergetar seolah habis bertarung. Ya, ia bertarung dengan rasa hatinya yang pecah, terbelah. Ucapannya bertarung dengan tangisnya. Sangat dirasai oleh pengawas, bahwa rekannya memberi air hangat di bahunya. Ya, tangis!

Gadis berjilbab marun hanya diam. Membiarkan rekannya menumpahkan semua.

"Mereka hanya..." isak rekannya lagi. Bahunya masih berguncang meski mulai mereda guncangan itu.
Sekali sempat kau mengeluh kuatkah bertahan
Satu persatu jalinan kawan beranjak menjauh
Kudatang sahabat bagi jiwa saat bathin merintih
Usah kau lara sendiri masih ada asa tersisa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar