Minggu, 25 Juli 2010

Tentang Perempuan dan Ukhuwah

Karena wanita ingin dimengerti
lewat tutur lembut dan laku agung
karena wanita ingin dimengerti
manjakan dia dengan kasih sayang..


Bait lagu Ada Band di atas menyenandung begitu saja kala saya dan rekan saya sedang membahas tentang perempuan. Ya, kami sedang membicarakan apa-apa yang sering kami alami, sekaligus menunjukkan psikologi umumnya kaum perempuan.

Akhir-akhir ini saya diajak diskusi terkait perempuan dan ukhuwah. Hmm, mungkin belum ada yang ngeh ya? Oke. Sebaiknya saya awali dengan kisah seperti biasanya.

Hari mulai mendekati malam ketika seseorang mengeluhkan fenomena di sekolah. Sang teman menanyakan maksud seseorang itu.

Yap. Lagi-lagi tentang pergaulan ikhwan-akhwat di usia sekolah. Halah, gubraks. cape deh ngomongin itu terus. Lho, kenapa cape? Penebar maksiat saja tak kenal lelah menyebar kemaksiatan. Lalu kenapa kita lelah menebar ajakan kebaikan?

"Omdo, sih, May. Omong doang. Ga ada aksi nyata,"

Bukankah kita bisa melakukan kebaikan dengan 3 cara? Bila mampu dengan tangan, ya dengan tangan. Tak mampu dengan tangan, ya dengan lisan. Masih nggak mampu juga? Gunakan hati. Begitu, bukan?

Saya menempuh jalan kedua: (tu)lisan.

Masalahnya: Banyak aktivis islam di sekolah yang mengikat janji untuk serius ke depan (nikah). Yang terjadi adalah pemberian semangat dari orang yang sebaiknya belum boleh melakukannya. Bingung? Sederhananya, perhatian lebih ikhwan-akhwat (prikitiw--pasti banyak yang akan melontarkan kata ini. Padahal ini faktor juga). Jujur, saya masih idak mengerti harus menjawab apa. Saya bukanlah orang yang mampu menjustifikasi apakah mereka salah atau tidak dengan perbuatan mereka.

kembali saya teringat dengan psikologi manusia pada umumnya, terutama perempuan. Ada apa? Menurut saya, setelah saya membaca beberapa buku psikologi, serta membaca keadaan sekitar, ternyata kuncinya satu: ukhuwah.



Apa kaitannya dengan ukhuwah? Ini kan tentang 'virus merah jambu'? STOP katakan idiom itu: virus merah jambu. mari kita luangkan sejenak merenungkan kalimat saya berikutnya.

Seorang perempuan adalah sosok yang butuh teman, seperti makhluk sosial lainnya. namun, teman yang diharapkannya jarang ia temukan di depan matanya. Khususnya dari kalangan perempuan. Itu yang terjadi dalam beberapa kasus interaksi dekat antarjenis. Apalagi bila perempuan itu berada pada masa puber atau remaja awal. Ya, kita akan mengerti bila menyempatkan pikiran kita membaca adik-adik kita.

Saya sendiri mengalaminya. Saya bukanlah orang yang suka dengan karakter-karakter perempuan. Saat SMA, saat saya mulai mengenal penjagaan interaksi antarjenis, saya bertanya pada teman-teman saya: Apakah nyaman berteman dengan perempuan?

Sungguh saya terkejut dengan jawaban mereka. Jawabannya: TIDAK. What happen? Ada apa? kembali saya tanyakan alasan mereka menjawab tidak. Mau tahu jawaban perempuan tentang kaumnya sendiri?

Tidak suka teman perempuan karena mainnya perasaan, suka ngomongin di belakang

GLEK! Saya tidak bisa mengelak, karena itu adalah kelemahan kaum perempuan. Tapi sekarang saya menyadari yang pertama adalah kelebihan yang diberiNya pada perempuan: perasaan. Ya, adanya perasaan kaum perempuan adalah untuk mengimbangi lelaki yang menjadi pasangannya kelak. *ups! mulai melantur. maaf ^.^

Sekarang saya beralih pada kasus kedua. Masih tentang perempuan dan ukhuwah. Rekan saya dan saya sangat tidak nyaman dengan sebagian perempuan yang kami kenal. Apa sebab? masih sama. gosip-ers. C'mon, bukan berarti saya dan rekan saya murni bersih dari acara penggosipan, tapi kami memang tidak suka dengan pergunjingan.

Alih-alih menambah teman, tak jarang kegiatan bergunjing itu memperburuk pertemanan. Sebagian perempuan (termasuk saya) akhirnya memilih berteman dengan laki-laki yang bisa dibilang jujur di mata kami. Tak suka bergunjing. Baik sekali, bukan, pikiran saya terhadap laki-laki? Padahal pikiran laki-laki jelas sekali tidak sama dengan pikiran perempuan. So, who knows what are they thinking about us?

Hukum sebab-akibat kemudian berlaku. Karena merasa teman lelaki yang tepat diajak berkawan, maka perhatian tercurah untuk rekan lelaki. Lantas, akibat berikutnya, terjadilah 'penyemangatan tak seharusnya' antara keduanya: lelaki dan perempuan.

Akhirnya, di akhir diskusi saya hanya berkata: bentuk dan kuatkan ikatan pertemanan sesama jenis, maka fenomena itu akan berkurang. bahkan menghilang.

*dedicated for my sir. Ya, aku akan mencoba kebaikan itu: mendekat dengan perempuan.

1 komentar:

  1. lawannya suka bicara di belakang adalah terus terang yah?

    dua2nya ada kelebihan dan kekurangan.

    bicara terus terang bisa mudah menyinggung org yg lbh suka diberi tau scr tdk langsung. tp tdk menyinggung org yg suka terus terang.

    dan bgtu pula sebaliknya. bergosip tdk akar menyinggung org yg lbh suka di kasi tau scr ga langsung. tp menyinggung org yg maunya di kasi tau scr langsung.

    yg plg baik sih imbangi lawan bicaramu.

    BalasHapus