Kabar itu datang di sela gerimis kecil nan ringan dari langit. kabar yang sempat kuprediksi jauh sebelum frekuensi sinyal mengantar kabar itu di ponsel.
Innalillahi wa innalillahi roji'un
shock. sedih. menangis. semua itu tak kurasakan kala kuterima kabar itu. bukan, bukan aku tak berempati, hanya masih terkuasai prediksi-prediksi dalam diri ini. kabar yang kuterima di sela aktivitasku seolah menjadi kabar yang menyita sebagian waktuku, menyita perhatianku, tapi entah kenapa tidak menyita emosi diriku.
aku kalah. aku salah.
Rasa terbelah itu mengada kala kutersadar bahwa aku kehilangan seseorang. gema azan Ashar menggetarkan kakiku. merambat hingga ke anggota badanku, menyita pikiran dan emosi hingga kening ikut mengkerut. shalat yag 4 rakaat tidak begitu saja menenangkan.
Ya Allah, ada apa ini?
Ada yang terbelah dalam diri ini. sebuah rasa, sebuah asa. juga sebuah kenangan yang ikut terbelah.
sosok lelaki tua itu tak akan lagi kusapa yang akan disambutnya dengan mengangkat tangan kanan kala kulewati warung kembarnya. tak akan lagi kudengar nasehatnya yang sedikit namun berisi.
nasehatmu madu penyembuh luka, pabila bersamamu hilang kuragu
lewat kusedari ilai cintamu, pabila kau tiada lagi di sisiku
kalimat terakhir yang kudengar untukku kala beliau masih belum tergerogoti stroke adalah: hari sudah malam dan kau perempuan. biarkan anakku mengantarmu. (kuedit agar sesuai dengan bahasa tulisan ini)
sosok lelaki itu pergi setelah kesemua anaknya (insya Allah) terbentuk menjadi penerus Risalah, pejuang agamaNya.
ya, aku yakin...di tengah keterbelahan rasa ini, ia bagga...bangga dan tenang sudah meninggalkan dunia usai menjaga anak-anaknya sesuai peran: ayah.
Ukht, yakinlah. Ayahmu adalah lelaki hebat dan bangga padamu serta saudara-saudaramu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar