eiyo… it’s not the end, it’s just beginning
ok… detak detik tirai mulai menutup panggung
tanda skenario… eyo… baru mulai diusung
lembaran kertas barupun terbuka
tinggalkan yang lama, biarkan sang pena berlaga
kita pernah sebut itu kenangan tempo dulu
pernah juga hilang atau takkan pernah berlalu
masa jaya putih biru atau abu-abu (hey)
memori cerita cinta aku, dia dan kamu
Diary ungu itu menutup setelah sang empunya membaca. Kisah SMP yang selalu gadis itu tulis sempat melintasi alam pikirnya sesuai baris kalimat-kalimat. Kembali ia ingat aktivitas rutinnya jelang akhir masa SMP: berlari keliling sekolah mengejar ketua OSIS yang usil. Meski ia tergolong anak pintar, tapi para guru lebih mengenalnya sebagai ‘pelari marathon gedung sekolah’. Masih membekas senyum itu, di antara tawa renyah. Aku nulis ini, ya, dulu. Ia membatin melihat halaman agak akhir diarynya.
Kini ia meraih diary bermotif batik, diary sejak ia SMA. Ternyata di sela-sela kisah SMA, ia masih sempat menyelipkan kisah SMPnya, terutama kisah dengan ketua OSISnya yang sangat ia tak suka. Tapi itu dulu dan kini ia tersenyum lagi, edikit tertawa mengingat ia bertemu pandang dengan ketua OSIS di SMAnya saat suatu pertandingan voli. Sedikit mirip kisah-kisah picisan.
saat dia (dia) dia masuki alam pikiran
ilmu bumi dan sekitarnya jadi kudapan
cinta masa sekolah yang pernah terjadi
dat was the moment a part of sweet memory
kita membumi, melangkah berdua
kita ciptakan hangat sebuah cerita mulai dewasa,
cemburu dan bungah
finally now, its our time to make a history
Diary SMA masih ditelusurinya. Ini masa ia mengenal kehidupan sebenarnya, begitu menurutnya. Ia yang sejak kecil hanya belajar pelajaran sekolah, kini mulai belajar pelajaran kehidupan. Ia mulai mengenal kehidupan negaranya, dan...ia menuliskan berbagai kisah manis-pahit-asam organisasinya. Ia didoktrin bahwa yang ia lakukan adalah bekal menghadapi kehidupan yang lebih ganas dari masa SMAnya yang dianggap masih manis. Padahal bagiku saat itu termasuk pahit karena aku tak boleh masuk STM oleh mama. Gadis itu membatin lagi.
bergegaslah, kawan…
tuk sambut masa depan
tetap berpegang tangan, saling berpelukan
berikan senyuman tuk sebuah perpisahan!
kenanglah sahabat… kita untuk slamanya!
Sebuah titik balik ia rasai di masa SMA. Ia mulai serius menekuni isi diarynya. Ada banyak cita di dalamnya, di berbagai kegiatannya. Tak ada lagi kisah picisan karena ia mengarahkan tenaga dan pikirannya untuk sebuah peradaban—isilahnya saat itu—di sekolahnya, juga di lingkungan rumahnya. Ia lebih banyak memacu prestasi bidang lain bersama teman-teman organisasi, demi sebuah—lagi-lagi—peradaban.
satu alasan kenapa kau kurekam dalam memori
satu cerita teringat didalam hati
karena kau berharga dalam hidupku, teman
untuk satu pijakan menuju masa depan
Masa itu lewat tapi diary masih berlanjut halamannya. Ya, diary itu terisi dengan masa awal kuliahnya, yang lebih berisi target-targetnya untuk jangka beberapa waktu. Terisi dengan berbagai testimoni terhadap sebagian orang, juga kisah imaji yang pernah terpikir olehnya.
Ia membaca lagi dan bersenyuman. Wawasannya bertambah saat awal kuliah tentunya dengan makin beragamnya manusia yang ia temui, dengan kompleksnya masalah yang ia hadapi. Hingga ia sempat berada dalam titik jenuhnya. Tapi ia sempat pula bersemangat dan menyelesaikan studinya di sebuah kampus meski tidak sesuai waktu yang ditargetnya dulu.
saat duka bersama, tawa bersama
berpacu dalam prestasi… (huh) hal yang biasa
satu persatu memori terekam
didalam api semangat yang tak mudah padam
kuyakin kau pasti sama dengan diriku
pernah berharap agar waktu ini tak berlalu
kawan… kau tahu, kawan… kau tahu kan?
beri pupuk terbaik untuk bunga yang kau simpan
Ia tutup diary itu, habis sudah kisahnya. Dan ia baru mencipta kisah baru di dunia barunya. Dunia yang mengajaknya merasakan kembali memori-memori yang pernah dirasainya. Di sini ia praktikkan semua teori yang pernah ia pelajari. Di sini ia kerjakan kembali apa yang ia dapat di masa-masa sebelumnya: organisasinya. Bersama teman baru yang belum pernah dikenalnya, bersama dunia baru yang belum pernah dikenalnya. Dan ia yakin, ini titik awal ia belajar dan ini titik perjuangannya atas apa yang selama ini ia usung: membangun peradaban.
*lirik lagu ‘kita selamanya’ from Bondan Prakoso feat.Fade 2 Black
Tidak ada komentar:
Posting Komentar