Sabtu, 04 Desember 2010

Tentang Jilbab dan Hijab Hari Ini

Sebuah judul yang mungkin biasa bagi teman-teman. Tapi, hari ini ada dua...eh, iya, dua kejadian terkait jilbab dan hijab yang saya berlakukan bagi diri saya. Yeah, keduanya bukan hal indah secara kasat mata. Bagaimana tidak, ketika hijab saya dilecehkan? Terkait ketidaktahuan dan kepanikan?

Baiklah saya akan coba bercerita.

Seperti biasa, sebagai pengguna jasa angkot, saya berangkat ke kantor menggunakan bus umum hijau. Selain murah, jalurnya pun melewati angkot kedua menuju kantor. Bermula saat akan naik, sang kondektur seenaknya memegang pinggang saya. Awalnya saya berbaik sangka, mungkin dia mau menolong saya. Ternyata tidak. Dia (saya tidak mau menyebut sang kondektur dengan kata beliau) malah memperlama pegangannya. Refleks saya berontak dengan menepis tangannya menggunakan tas saya.

Saya kira cukup sampai di situ. Nyatanya, saat turun dari bus, dia berdiri di pintu dan tak terlihat niat akan turun memberi saya ruang untuk turun. Mencoba ramah, saya minta tolong dia untuk turun. Apa jawabnya?

"BELAGU AMAT!" hardiknya. Segera saya pasang wajah marah tanpa saya katakan apapun. Kalau tidak ingat bahwa waktu begitu berharga pagi ini, saya mungkin sudah memukul jatuh kondektur itu karena kesombongannya. Saya tahu saya terlalu keras, saya yakin kondektur itu belum mengerti agama. Tapi, saya benci dengan sikapnya yang sangat tidak Indonesia dan tidak manusiawi. Saya hanya tahu seorang indonesia akan menghormati orang lain, akan memberi jalan bagi yang akan lewat di depannya. Saya hanya tahu, sikap manusiawi itu mengerti keinginan dan menghormati prinsip oranglain meski dia tidak menjalankan. Saya sangat kesal. Bahkan ketika saya turun, saya menoleh ke arah bus itu dan dengan hati yang sangat sakit merasa dilecehkan malah berdoa 'semoga segera kaudapat balasan'.

Segera saya percepat langkah menuju angkot kedua untuk ke kantor. Tak terjadi apapun, tapi saya lebih terfokus memperbaiki mood saya. 

Kejadian terakhir adalah ketika di rumah. Atas sebuah keadaan, saya bersedih. Karena terjadi misscommunication. Yeah, saya mengira saya  sudah berhasil memahamkan hijab pada keluarga saya. Nyatanya? Ada anggota keluarga nonmahram yang tadi masuk rumah dengan santainya sehingga saya panik. Mungkin nada tegas saya plus panik dikira beliau adalah nada kasar dan membentak. Ketika akan minta maaf, saudara saya yang lain sudah marah-marah. 

Saya bukanlah orang yang suka keras pada suatu hal prinsipil bila masih mampu menggunakan cara lembut. Sungguh, saya tidak bermaksud keras atau sombong, sok suci, dan lainnya. Tidak pula saya bermaksud kasar. Tapi, saya mungkin salah hari ini. Salah menggunakan metode. Semoga saja beliau yang tadi tak sengaja saya bentak, memaafkan saya yang lebih muda usia ini.

Kini, saya yakin, bahwa tapak kaki untuk meniti jalan pertahanan hijab serta jilbab adalah tapak kaki yang berat untuk dijejaki, diangkat, kemudian diarahkan maju. Karena beban beratnya bukan diri sendiri, tapi juga lingkungan sekitar.

*untuk semua, keep istiqomah with your hijab. nih bonus link bacaan terkait jilbab dan hijab ^.^

2 komentar:

  1. Salam alaikum,
    soal kondektur: emang wajib dikasarin, Dik! Kalo di depan saya ada yang berani colak-colek keluarga saya, gak pake ngomong. Hajar dulu. :P

    Soal yang kedua:
    Jujur, saya pernah jadi korban "kegalakan" seperti itu. emang nyelekit banget, padahal 'kan gak sengaja.

    Emang sebaiknya lebih tenang menghadapi situasi tak terduga seperti itu. Kalo urusannya ama ibadah, kadang bisa jadi fitnah buat diri kita.
    btw, salam kenal.. udah difollow juga tuh ^_^

    BalasHapus
  2. hem...tapi panik adalah reaksi awal yang wajar...itu kan aurat beud

    BalasHapus