Senin, 17 Oktober 2011

[memori may-dian] lamaran, hm?

Sore itu seorang tamu laki-laki telah pergi dari rumah kami. Mengakhiri masa berkunjungnya sebagai sarana mengenal Bapak dan Mama serta sepupu yang ada di Jakarta. Usai kepergiannya yang tentunya ke Makassar, Mama bertanya pada May,

"Nduk, kok Dian nggak bilang apa-apa ke Bapak?"

"Lho, bukannya mereka ngobrol?"

"Iya, ngobrol biasa, tapi nggak nembung." oh iya, dalam bahasa jawa, nembunng itu dapat diartikan sebagai istilah pengungkapan pihak laki-laki untuk meminta seorang gadis pada orangtuanya. Biasanya Bapak si gadis.

"Hmm, masa sih, Ma?"

"Iya, jangan-jangan nggak serius lagi," kata Mama. Sedikit kecewa si, tapi udahlah, mungkin belum jodoh."Apa dia ngeliat rumah kita kecil begini, Nduk? terus nggak jadi?"

"Hehe, Mas Dian bukan yang kayak gitu kok Ma orangnya," jawab May. Nggak pakai lama (istilahnya Mas Dian) segera May sms. Ketik, hapus, ketik, hapus, yah menyusun kalimat tanya yang berusaha untuk nggak menyinggung beliau,lah. Menanyakan perihal nembung.

Kalau kata Bapak, nembung itu sama orangtua. Kalau mau, pekan  depan Bapak Ibuku ke rumah May, gimana?

Malah ngeri ditantangin begitu. Ternyata adat di daerah Mas Dian, nembung itu ya lamaran. waduh! Beda dengan daerah Mama Bapak yang hanya pernyataan keseriusan laki-laki terhadap gadis di depan orangtua si gadis. Akhirnya May sampaikan hal itu ke Mama.

Sejak itu, komunikasi dengan keluarga Mas Dian mulai intens. Mama dan Ibu khususnya yang lebih sering bertelepon ria.Kalau sedang teleconferrence, May dan Mas Dian lebih sering cuma jadi pendengar, jarang ikut nimbrung karena pemeran utama ya Bapak (diwakili mama), Mama, Ibu, dan Bapak Wates. teleconferrence itu membuahkan hasil waktu lamaran. Dan kami bersiap untuk itu.

Beberapa hari sebelum lamaran, Mas Dian mengabarkan tak bisa hadir. Ada kendala sepertinya T_T. Masa iya lamaran nggak ada laki-lakinya? Akhirnya May bertekad untuk juga tak hadir di acara lamaran yang direncanakan ahad siang itu. Oke, paginya May akan pergi dan rencananya nggak akan pulang sampai sore. Saat itu mengaktifkan mode ngambek ceritanya *wekekekeke.

Hari lamaran pun tiba. Bapak dan Ibu naik kereta dari Wates dan sebelum matahari terbit keduanya sudah datang. Akhirnya Mama dan May membuatkan sedikit jamuan seperti nasi goreng dan teh. Yah, seperti biasa kalau ada tamu. Kemudian selesai membuat teh, May diminta duduk  menemani sang tamu kehormatan :D. Bapak, Mama, sepupu, budhe juga duduk di ruang depan.

"Begini, Pak. Mbak May, kami berdua datang kemari untuk menyampaikan niat baik Nurdhianto untuk melamar Mbak May. Apkah Mbak May bersedia atau tidak?"

APA!? Gagal sudah rencana ngaburnya. Lha wong pagi-pagi buta ditembak begini >.< Nggak adiiiil, yang ngerasain shocknya May duanks!!!

Bapak yang ditanya menjawab dengan retorikanya (mantap, Pak. May suka gaya Bapak) untuk minta May yang jawab. Ya udah, sambil shock, karena gagal ngabur, May cuma bisa jawab Insya Allah bersedia. Setelah pembicaraan serius itu, tiba-tiba Mama nyeletuk,

"Maaf, Pak, Bu, Bapak sama Ibu beneran kan, anaknya Nurdhianto yang itu?"

GUBRAKS!!!

2 komentar: