Minggu, 27 November 2011

Sepenggal Hikmah Malam


"Nduk, ada mi, nggak? Bapak mau dong, kalau ada," ujar Bapak. Lelaki berkaos dan bersarung itu berkata padaku. Kuiyakan dan kubuka kotak penyimpanan. Girangnya hatiku ketika mendapati aroma favorit Bapak ada di tanganku. Akhirnya akupun memasak mi instan sementara Bapak di luar, mengobrol dengan tetangga (yang juga bapak-bapak). Hadeh, nggak kalah sama ibu-ibu, kenceng ngerumpinya, batinku sambil sedikit tersenyum di dapur.

Tak berapa lama, kudengar Bapak seperti menyambut seorang tamu. Yap, sedikit lagi aku selesai dengan ritual memasakku.

"Lex, masih inget aja saya di sini," ujar Bapak pada tamu yang dipanggil "Lex" itu. Kucoba mengakses ingatanku tentang suku kata "Lex". Sebuah nama mungkin. Tapi siapa? Bapak belum mengenalkan padaku lelaki itu. Kutawarkan teh pada tamu tersebut, dan ketika di dapur, tak bisa ditahan lagi air mataku tumpah. Tepatnya, diawali dengan buliran yang tak dapat kutahan. Kenapa?

Lelaki itu yang ternyata bernama Alex memiliki kendala berbicara, sering juga disebut gagu. Ya Rabb, di tengah keterbatasan itu ia masih menjadi kondektur bus kota. Ya Allah, terima kasih untuk kesempurnaan yang Kau beri pada kami. Tapi, sampai sekarang aku tak mengerti makna tangisku. Sambil membuatkan teh, kucoba menghentikan tangis. Alhamdulillah berhasil, sambil sesekali mendengar gumaman suara yang muncul dari sang tamu. Bukan, ia bukan menggumam, tapi baginya, ia berbicara.

Akhirnya Bapak memintaku memasakkan juga mi instan untuk tamu itu. Ya, rasanya tak mungkin aku mengelak, karena akupun ingin menjamunya, seorang yang istimewa. seorang yang sengaja dikirim Allah untuk bahan renungan kami, kemungkinan besar. Kusiapkan dan keduanya pun makan, meski sang tamu sempat mengelak dengan alasan sudah makan. Ya, saat itu aku tak menampakkan tangis lagi.

C'mon, May nggak boleh cengeng, dia itu kuat meski terbatas. Begitu batinku menguatkan. Tapi sungguh, sekuat papun usahaku mengakses ingatan akan lelaki seniorku ini, tak kuingat satupun kenangan akan dirinya. Hanya satu yakinku: Allah sengaja mengirimnya untukku, untuk keluarga kami sebagai bahan renungan.

Terima kasih, Alex. Oh, mungkin lebih tepat kupanggil Kak Alex? Terima kasih sudah membantu kami menyadari kenikmatan yang kami miliki, mengajak kami merenungi kekurangbersyukuran kami, dan mengingatkan kami tentang Tuhan kami. Terima kasih ^_^

Terima kasih Ya Rabb, Pemilikku. Begitu hebat caraMu mengingatkan kami atas nikmatMu ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar