Kamis, 27 September 2012

Tawuran Lagi

Nyesek kalau baca berita akhir-akhir ini. Hampir selalu tawuran, dan hampir selalu ada yang meninggal, minimal luka parah. Akhirnya jadilah tawuran itu topik perbincangan di keluarga kala santai, mengingat bahwa dulu kantor mama-Bapak jadi langganan pelemparan batu nyasar siswa tawuran.

"Ma, Pak, percik (perguruan cikini, duren tiga) dulu kan tawuran sama sekolahku, 55. Kok bisa sih berhenti? gimana sih caranya?" tanya saya membuka pembicaraan.

"Pakai polisi satu tronton," jawab mama singkat. eh? Bukannya siswa SMA percik banyakan anak pejabat termasuk polisi? Mama melanjutkan ceritanya.

Dulu mama selalu mewanti-wanti saya tidak pulang melewati kantor (rute yang rutin saya lewati tiap sekolah). kejadian itu saat SD, saya ingat. kemungkinan masih era 90an. Benar-benar masanya anak pejabat merasa berkuasa. Suatu ketika saya nekat mendekati area terlarang itu, rute yang memang melewati SMA percik. Dan, waw! belasan mobil berjajar. ada mobil sedan patroli, ada tronton, juga beberapa mobil pribadi. Tetangga kantor mama yang mengenali saya segera melarang untuk lewat, termasuk semakin mendekat. Saya diarahkan melalui jalur lain (yang juga saya rutin lewati bila sedang bersama teman).

Saat itu saya tak tahu bahwa di belakang saya sedang terjadi kerusuhan bernama tawuran. Entah, kalau sekarang berpikir, kok tawurannya seperti dilokalisasi, hanya di area SMA percik? Saat itu saya tidak tahu bahwa tawuran juga terjadi di wilayah lain.

Mama bercerita beliau dan Bapak yang berjaga Sabtu (tawurannya dijadwalkan oleh pelaku selalu tiap sabtu) di kantor merasa was-was. Belum sepekan lalu ganti kaca jendela kantor, masa pekan ini harus ganti lagi? Mama mulai mendengar teriakan-teriakan siswa liar. Tapi katanya saat itu tak terlalu ramai dan lama karena mama juga mendengar sirine mobil patroli. yakin aman, Mama keluar untuk melihat keadaan bersama Bapak dan satpam.

Apa yang nampak? Seorang siswa tergeletak berlumuran darah di depan pagar kantor, mama meminta Bapak dan satpam membawa masuk siswa itu, ia belum sekarat tapi luka parah. Sementara polisi masih mengejar siswa lain yang masih nekat tawuran, kejar-kejaran. Setelah 'menyimpan' siswa itu di gudang, Mama meminta nomor telepon sang orangtua. Siswa itu sempat membuat mama geram karena ia ikut tawuran, tapi mama iba juga karena siswa itu luka. Sore baru selesai kisah gerebek tawuran itu, dan siswa itu dijemput orangtuanya.

"Teruuus, sebenernya percik itu gimana ceritanya bisa nggak tawuran lagi?" tanya saya gemas.

"Jadi, kalau jam pulang sekolah itu guru-guru berbaris di pintu gerbang sampai dekat kantor Mama. Pak satpamnya sebagian di gerbang, sebagian di halte depan. Yang naik mobil disuruh langsung pulang, yang naik angkot dicegatin busnya. Pokoknya nggak ada anak nongkrong deh. Guru-guru nggak boleh masuk ke sekolah sebelum semua murid pulang,"

Ih WOW! pekik saya dalam hati.

"Ada lagi, Nduk. mereka kapok karena dikeroyok," jawab Bapak. "Musuhnya kan nggak cuma sekolahmu, Nduk, 55. Tapi juga SMA 60. Jadi, siswa percik itu dipancing sama 55 tawuran deket jalan Minyak itu, begitu sekolah kosong, anak 60 ngerusakin mobil-mobil mereka di parkiran percik. Ada yang sampe kebakar kalo ndak salah," lanjut Bapak antusias. Wew! Anarkisnya mengerikan.

Tapi dari percakapan tersebut, saya mengambil kesimpulan: manajemen sekolah yang baik, bekerjasama dengan aparat (keamanan atau sipil) serta orangtua bisa menghentikan tawuran. Pelan tapi pasti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar