Kamis, 05 November 2009

Kedekatan Hati



Di sebuah pagi sya mendapati kisah antara seorang anak dengan ibunya. Kedekatan emosi tidak terbangun antara keduanya meski secara fisik mereka dekat. Sempat kami koreksi, apa yang kurang?
Hmm, rupanya dia memiliki 3-4 saudara kandung, dia anak kedua dari terakhir. Saudaranya perempuan dan laki-laki. Lantas, apa yang menyebabkan ketidakdekatan terbangun di antara keduanya padahal dengan saudara kandungnya yang lain sang ibu bisa dekat?

Karakter dasar

Seorang manusia memiliki karakter dasar, suatu sikap yang sangat mungkin tak dapat berubah meski berbagai hal terjadi. Sang ibu sejak dahulu terkenal cuek saja. Mungkin ini karakter yang sering disebut kurang ekspresif. Tidak semua orang mampu mengekspresikan perasaannya, seperti dalam kasus ini. Untuk seorang yang cenderung kurang atau bahkan tidak ekspresif, pengungkapan perasaan bukanlah hal penting menurutnya. Berkebalikan dengan seorang yang ekspresif, mengungkapkan perasaan adalah hal yang sangat berarti baginya, juga untuk sekitarnya. Sebagian teman sya bilang, sya itu sangat ekspresif. Entah, benar atau tidak, tapi yang pasti ketika seseorang itu bisa nyaman dengan dirinya, itulah yang terbaik. Jadi, jangan takut untuk jadi karakter ekspresif atau tidak ekspresif

Pentingnya kedekatan emosi
Kedekatan hati, atau sering disebut ukhuwah, atau juga sering disebut kedekatan emosi, sangat dipentingkan dalam menjalankan rutinitas kehidupan. Kenapa? Karena kedekatan hati mampu membuat seseorang berbuat yang tadinya mustahil. Nah lho? Kok bisa? Iyap, tentu bisa. Lihat saja contoh sepele. Seorang ibu rela tidak tidur demi menjaga buah hatinya yang rewel di tengah malam. Jadi, apa bedanya dengan pengorbanan? Nah, pengorbanan adalah bentuk atau tindak lanjut dari kedekatan hati. Kalau tidak ada kedekatan hati, lantas apa ada pengorbanan? Hati kita yang bisa menjawab.

Ada pula sebab kenapa bisa dipentingkan ikatan hati. Sesuai tulisan Abbas As-Sissiy, kedekatan hati yang timbul akan mempermudah kita untuk...(aduh, pake lupa. Ntar sya buka-buka lagi bukunya)

Bagi sebagian orang, terutama muslim yang aktif di organisasi da’wah, kedekatan hati menjadi satu pondasi menjalankan agenda-agenda da’wah. Kenapa? Karena hanya dengan kedekatan hati maka agenda itu berjalan. Lho, kok bisa? (ini nanya terus sih) tentu bisa. Bukankah menjalankan rutinitas organisasi adalah pengorbanan, dan pengorbanan ada jika hanya jika ada kedekatan hati? Bertalian kan semuanya?

Da’wah fardhiyah

Tidak perlu jauh-jauh, orangtua adalah objek da’wah kita, kan? C’mon, bukan saatnya untuk bicara bahwa da’wah melulu ceramah tentang surga dan neraka, amal dan durhaka. Tapi da’wah adalah sikap. Tidak melulu da’wah adalah melakukan baksos ini-itu, kajian disini-disana, outbond, tapi juga memasak dan mendengarkan orangtua bicara tentang pendapatnya. Hmm, jadi? Bukan, bukan menyalahkan da’wah yang sya sebut tadi, tapi hanya memaparkan tentang da’wah di antara keluarga. Sebuah kisah bahwa sya juga aktivis dulunya yang sibuk di luar tapi ‘lupa’ sama orangtua. Sekarang, baru terasa, ternyata sya beruntung punya orangtua yang ngerti sya dan sya coba ngertiin.

Bicara kasus di atas, coba koreksi lagi, apakah kedekatan hati belum terbangun antara sang anak dengan sang ibu? Kadang (atau malah sering?) anak harus ‘bergerak’ terlebih dahulu mendekatkan hati ke orangtua. Terutama bila sang anak adalah seorang yang mengerti agama. Sepakat?

Cara mendekatkan hati
Bagaimana cara mendekatkan hati, terutama pada orangtua yang notabene lebih tua, kita hormati, dan...kita takuti (hehehe..afwan mama, bapak, no offense)

Masih ingat sekilas buku Abbas As-Sissiy (yang punya ebooknya, bagi dunk). Salah satunya dengan memberi hadiah. Memangnya orangtua kita tidak malu diberi hadiah oleh anaknya? Ehm! Jangan salah, sya sudah buktikan, memberi jilbab (mesti hutang sama uang belanja bulanan) pada milad mama, sudah membuat mama sumringah. Apa lagi? Memang, bukan materi yang dilihat orangtua, tapi niat kita. Pernah suatu waktu milad pernikahan mama dan bapak, sya beri hadiah alat potong kuku, karena saat itu sya belum menabung. Malu-malu sya berikan, tapi alhamdulillah, orangtua malah terlihat bahagia dengan niat sya. Berapa sih harga alat potong kuku?

Selain itu, ada lagi yang sya dapati. Lupa baca dimana...atau dengar dimana. Cara kedua adalah berikan apa yang kita minta. Aneh, kenapa kita minta tapi malah kita yang ngasih? Yap. Lagi-lagi, dengan kedekatan hati semua yang mustahil jadi mungkin. Misal, kita ingin orangtua memperhatikan kita. Kenapa nggak kita yang mulai memperhatikan mereka? Yakinlah, sya sudah mencoba, dengan kita memberi pada orang, Allah swt akan memberi kita (membalas) lebih dari yang kita minta.

*sya sok jadi psikolog nih (piss...)
Hmm, sekarang segini dulu, ya. Alhamdulillah, sya bisa menulis lagi. Thanks for someone who make me write this. Maaf bila banyak yang masih kurang (sya yakin banyak yang masih kurang), sya baru belajar. Tolong ditambahkan beberapa hal yang memang ada kekurangan, agar tulisan ini jadi lengkap dengan komentar-komentar yang menambahkan.




Nb: jangan coba-coba praktekkan untuk orang yang nggak berhak (pedekate buat jadi pacar, de es be :p ), karena ‘mantra’ ini Cuma bisa untuk yang berlandaskan niat unntuk Allah swt

Tidak ada komentar:

Posting Komentar