Rabu, 11 November 2009

Sisi Lain Sejarah


Judul Buku: Tembang Ilalang
Penulis: MD. Aminudin
Jumlah Halaman: 512
Penerbit: Semesta (kelompok Pro-U Media)
Tahun Terbit: 2008
Harga: Rp. 52.500
Ukuran buku: 14 x 21 cm
ISBN 978-979-25-7414-2

Jika mendengar kata komunis, apa yang terlintas pertama kali dalam benak kita? Ya. Jawabannya: paham komunis. Ada juga yang menjawab PKI (Partai Komunis Indonesia), Stalin, dan jawaban-jawaban lain terkait komunis. Tentu masih segar dalam ingatan masyarakat Indonesia, khususnya teman-teman yang membaca tulisan saya, mengenai komunisme di Indonesia pada era 60-an. Saat itu dikenal dengan gerakan september 30 (Gestapu). Mengenai akibat kelompok berbendera palu arit itu terhadap buruh-buruh utamanya tani. Masih segar ingatan akan kekejian yang dipertontonkan.
Namun, kali ini, melalui buku ini, komunis tidak dijabarkan dengan kebengisan semisal Gesapu. Buku ini juga tidak menceritakan penguasa-penguasa orde lama saat mengatasi komunis di Indonesia.

Sampul buku dengan dominasi hijau dan emboss pada judulnya menguatkan kata ilalang. Ditambah lagi dengan gambar keadaan tahun penjajahan Belanda yang ‘damai’. Namun, ada keunikan novel ini. Jika melihat ke sampul belakang, akan tampak sampul dengan tulisan yang terbalik dibanding cover depan. Hal ini bukan karena kesalahan cetak pada buku yang saya miliki. Tapi memang itulah desain dari penerbit untuk memudahkan pembagian cerita, sepertinya. Juga sebagai daya tarik serta menegaskan akan keunikan dan ‘tampil beda’ dari penerbit. Di sampul depan ini, akan didapati endorsment dari bebrapa sastrawan terkenal.

Pada sampul belakang, kita akan disuguhi pemandangan yang nyaris sama dengan sampul depan. Tulisan emboss judul buku dengan warna sampul dominasi merah. Gambar yang terpampang menunjukkan masa setelah penjajahan Belanda, sesuai dengan isi bagian kedua buku ini.

Adalah Asroel, sebuah nama seorang lelaki yang menjadi pemeran utama dalam kisah Tembang Ilalang. Asrul diterima di rumah Kjai Makoen dan akhirnya menikah dengan putri Kjai makoen, Roekmini.

Pernikahan keduanya dalam keadaan damai hingga pada suatu hari sebuah kasus kriminal melibatkan Asroel sehingga Asroel harus meninggalkan desa dan keluarganya. Kepergiannya bersama Siswohadi, pemuda desa tersebut yang juga adalah salah satu pemuda Syarikat Islam.

Petualangan mereka terjadi di perkebunan kopi yang terletk melingkari Pegunungan Keloed. Di perkebunan kopi itu Asroel dan siswohadi bekerja sebagai buruh sekaligus mengajarkan baca, tulis, dan ajaran Islam—ajaran yang hanya sebagai identitas agama bagi sebagian buruh—untuk mencerahkan buruh di perkebunan tersebut.

Sebuah kejadian menyebabkan Siswohadi tewas dan Asrul kembali ke Kediri, ke rumahnya. Namun, di rumahnya tidak didapati sang istri dan ayah mertua. Hanya ibu mertua besrta anak kecil berumur satu tahun yang menyambutnya. Mengetahui istrinya dibawa Belanda, Asrul segera mencari ke Surabaya.

Kembali petualangan demi petualangan dialami Asrul demi mendapati sang istri. Akankah Asrul menemukan sang istri?

Novel “Tembang Ilalang” merupakan sebuah novel sejarah. Di dalamnya terdapat berbagai data dan fakta mengenai sejarah Bangsa Indonesia terkait syarikat Islam, perjuangan melawan Belanda, Jepang, dan komunis.

Sebagai buku sastra, novel Tembang Ilalang sudah cukup berhasil. Bahasanya yang mengalir, nampak dari penggambaran suasana dan beberapa peristiwa yang terjadi dalam novel. Selain itu, kekuatan buku ini juga didukung oleh endorsment pengarang serta penyair terkenal. Di antaranya tulisan M. Irfan, Ketua Forum Lingkar Pena, sebagai berikut:
“Sebuah novel dengan alur dinamis dan suspensif......menawarkan sisi lain sejarah bangsa.”
Sayangnya, sebagai buku bahasa, novel ini masih kurang teliti dalam penulisan kata. Masih terdapat beberapa kata yang hurufnya berlebih atau malah kurang, sehingga mengurangi kenikmatan membacanya.

MD. Aminudin lahir di ujung timur Kediri pada 25 Maret 1979. Belajar menulis dan kepenulisan secara autodidak. Pernah aktif di Pelajar Islam Indonesia (PII) (1995-2001). Saat ini aktif di Forum Lingkar Pena (FLP) Kediri dan LSM Dinamika Masyarakat Nusantara (DIMARNUSA) Kediri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar