Sabtu, 21 Agustus 2010

Tentang Klarifikasi

Sebuah tempat yang tidak bisa dibilang mewah apalagi wah. Hanya nyaman, itu kata yang tepat untuk digambarkan. Kursi batu sebagai tempat duduk. Terletak di sebuah pendopo. Ya, sebuah pendopo yang malah sebenarnya mengingatkan saya pada gazebo cina. Kafe Fakultas Teknik menjadi latar, juga taman kecil dengan air mengaliri tembok berdesain minimalis. Saya dan teman saya berdiskusi mengenai kehidupan: kerja, idealisme, dan fenomena sekitar.

Sebuah hal menarik ketika kami membahas dunia politik, juga idealisme. Yap, sampai kapanpun tidak akan berpisah dua bahasan itu dalam sebuah diskusi. Juga dalam praktik kehidupan. Politik dan Idealisme. Kali ini ditambah fenomena yang terjadi.

Mungkin terkesan basi bahasan saya. Sangat basi. Ya, kami membicarakan sebuah partai yang munas di hotel mewah..ah, bukan. Tapi termewah di Indonesia. Yeah, saya tidak bisa menyebut. Tapi tanpa saya sebut, teman-teman sudah tahu, kan?

Lantas, apa fenomenanya? Lagi-lagi basi sekali fenomena yang saya akan paparkan. Perpecahan karena perbedaan idealisme.

"Sebenarnya hal itu berawal dari sebuah pertanyaan seorang kader. Kok begini? Kok begitu?" ujar teman saya. Saya segera menanyakan balik padanya.

"Apa dia sudah bertanya langsung pada yang bersangkutan? Apa dia sudah bertanya langsung pada yang berwenang, bila terkait kebijakan?"

Teman saya menggeleng.

"Wallahu 'alam," jawabnya. Jawaban yang sebenarnya sangat saya suka karena benar-benar menunjukkan kejujuran. Menurut saya, lho, ya.

Kami lanjutkan diskusi dengan sebuah kesimpulan bahwa tabayyun, atau klarifikasi sangat penting.

"Ya, jelas akan ada dua kubu, kalau begitu. Berawal dari pertanyaan seorang di akar  rumput, dan ia bertanya pada teman yang sebenarnya belum tahu. Lantas diteruskan tanpa ada yang tabayyun, jadi, deh, kesimpulan tak berdasar. Atau, kubu yang menentang dengan ketidakjelasan," jawab saya.

"Yap. Sebenarnya, kalau dewasa, nggak perlu ada hal begini," sahutnya.

Ya. Saya yakin kader-kader itu bukan anak kecil lagi sehingga tak perlu ada perpecahan karena masalah sepele. Sangat sepele saya katakan karena masalahnya adalah: tidak mengklarifikasi. Beliau juga mengajak saya berpikir bahwa tujuan sebenarnya partai tersebut, tujuan awal berdirinya wasilah da'wah tidak akan tercapai bila masih ada hal begini. Hmm, iya juga. Saya jadi menganalogikan pada suatu hal. Teman-teman tahu?

Gosip. Kata terburuk yang pernah ada dalam kamus kehidupan saya segera terlintas. Ya, hakikatnya mirip, bukan? Gosip juga terjadi karena ada A yang mempertnyakan keadaan B, tapi ia bertanya bukan pada B, melainkan pada C. Akhirnya C memperbincangkan B dengan D,E,F, dan seterusnya. Mirip, kan?

Ah, saya jadi ingat sebuah dalil (akhirnya nulis dalil juga di artikel hehe)
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa
jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang." al-hujurat: 12


jadi? masih mau tabayyun atau bertahan pada 'idealisme'?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar