Selasa, 07 September 2010

Karena Hidayah Harus Diupayakan

'kok nggak mau sholat jum'at?'
'belom dapet hidayah'

kalimat selintasan yang sering saya dengar dalam beberapa percakapan dengan kawan. Kali ini tulisan saya didasari lontaran tentang hidayah. Sebuah kekecewaan mungkin tentang hidayah yang belum datang pada orang sekitaran.

Wajar. Kecewa, sedih, gundah atas keadaan yang tidak terlingkupi nilai-nilai islami. Sangat wajar.

Tapi, ingatkah kita pada kalimat Anis Matta? Baiklah, saya kutipkan satu kalimatnya: cinta adalah kata kerja.

Lantas, apa kaitannya dengan hidayah?

Sesuai judul tulisan saya bahwa hidayah harus diupayakan (kehadirannya), maka dasar pengupayaan itu adalah cinta. Dengan kerjanya sang cinta, maka luluhlah Pemberi Hidayah sehingga hadir apa yang diupayakan: hidayah.

Bukannya hidayah itu pemberian dari Allah, May? Yap. Semua yang kita miliki selalunya pemberian Allah. Tapi, apakah kita akan duduk manis, diam menunggu datangnya hidayah? Apakah kita malah melakukan hal yang menjauhkan kita dari hidayah?

Saya rasa tidak. Kita harus melakukan kerja-kerja bernama cinta demi mengundang hadirnya hidayah. Kita harus mengupayakan apa yang kita harapkan, untuk kemudian kita serahkan hasil akhirnya pada Sang Penentu.

Apa cinta itu kata lain ikhtiar? Entah. Dalam konteks ini, bisa jadi. Saya hanya menuangkan pemikiran saya, kok.

Ah, teori. Humm, siapa bilang? Saya membuktikan melalui kisah hidup saya. Bersedia menyimak? Yuk, lanjutkan baca.

Semua bermula bertahun lalu saat saya belajar lebih dalam tentang Islam. Ketika itu saya baru tahu bahwa jilbab wajib hukumnya bagi muslimah. Saya begitu bersemangat mendalami Islam dan langsung bercerita pada mama (kebiasaan keluarga kami untuk sharing).

Apa kata mama? Beliau menentang penjilbaban ini.

'kayak anak panti asuhan' ujar beliau.

Itu bertahun lalu. Dan kini, mama dengan bangga mengatakan bahwa beliau lebih PD dengan jilbab. Alhamdulillah. Tapi, apa hal yang dialami mama datang begitu saja?

Tidak. Itu adalah hasil kerja-kerja bernama cinta dari kami, terutama bapak. Ya, bapaklah orang yang paling tidak bosan menasehati mama. Dan cintanya berbuah hidayah saya rasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar