Rabu, 27 Oktober 2010

Persiapan Finansial dalam Rumah Tangga

Malam ini saya ingin menulis kembali terkait proses pernikahan. Hehe. Baiklah, saya akan ceritakan sedikit tentang komunikasi saya dengan orangtua saya.

Ahad, sebuah hari berkumpulnya saya, mama, dan bapak. Hanya tiga orang yang mengisi rumah kecil kami. Bersantai dan berdiskusi tentang hidup, makna hidup, dan keberlanjutan hidup. Manis, ya? Ya, begitulah manisnya keluarga kami. Dan keberlanjuta hidup kali ini adalah terkait fase hidup saya kelak sebagai seorang istri.

"Nduk, nanti kamu harus kerja, lho. Jangan pernah ketergantungan." ujar bapak. Saya menoleh, menghadapkan badan saya pada beliau. bersiap menerima transferan ilmu yang akan beliau sampaikan.

"Artinya gini.." bapak juga membetulkan posisi duduk beliau. "Kamu harus punya uang. Caranya? Ya, kamu juga kerja. Nggak perlu ngoyo, tapi yang penting kamu nggak tergantung sama suamimu nanti."

Saya masih mengangguk saja.

"Suamimu harus bener-bener jadi orang nanti, nduk."

Saya menoleh. Kali ini mama yang berucap.

"Nggak apa-apa, gaji cuma UMR, yang penting sampingannya," sedikit bergurau tapi serius mama melanjutkan harapan beliau.

Ya, sedikit kisah di atas menjadi awal catatan kali ini. Finansial. Betapa kata itu menjadi salah satu hal yang dipikirkan orangtua bagi anak-anaknya. Dan saya tidak mengelak bila orangtua membicarakan terkait kehidupan itu, rumah tangga, meski saya belum ada calon.

Ada yang saya suka dengan pemikiran kedua orangtua saya. Keduanya mau mengomunikasikan segala hal dengan saya. Apapun itu. Terutama terkait fase kehidupan saya selanjutnya. Ya, saya pahami keinginan keduanya, yang pastinya tak ingin anaknya yang paling manis dan baik hati ini tidak jelas masa depannya.

Di sini saya kembali ingat ucapan guru ngaji saya, bahwa persiapkan segala sesuatunya tentang nikah meski tidak menikah dalam waktu dekat. Berkali-kali dan tanpa henti saya ajak (sering juga diajak) kedua orangtua saya berdiskusi, mencari jalan tengah segala hal terkait pernikahan. Kali ini sedikit fokus terhadap finansial.

"Pak, kalau misalnya orangnya mau usaha gimana? Saroh sih maunya..maunya lho, ya, mudah-mudahan bener jadi, nggak kerja jadi pegawai terus. Enakan jualan, jadi bos minimal buat diri sendiri," ujar saya akhirnya.

"Oh, boleh itu. Bapak malah setuju. Masa bapak mama udah jadi kuli, kamu juga jadi kuli?" sedikit bercanda bapak menyahuti.

Intinya, hayuk jangan malu, tak perlu ragu komunikasi dengan orangtua kita terkait nikah, terkait finansial. Apalagi untuk perempuan. Ups, bukan berarti laki-laki nggak perlu bicarakan juga lho.

Saya maksudkan di sini, karena kelak perempuan akan ditanyakan orangtua tentang lelaki pilihannya. Dan sering buntu jika terkait finansial. Maka, sekarang saatnya komunikasikan. Katakan pada orangtua apa mau kita. Tak perlu sedih bila mau kita tak disetujui sekarang. Lakukan pendekatan kelak. Karena saya yakin, setiap orangtua ingin anaknya bahagia. Dan menurut orangtua, finansial juga hal penting untuk kebahagiaan putrinya. Karena saya yakin, kita mampu mendapati jalan tengah antara kemauan kita dan harapan orangtua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar