Tampilkan postingan dengan label sekolah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sekolah. Tampilkan semua postingan

Selasa, 03 Desember 2019

Para Pembelajar Cilik: Disiplin


Sudah bulan ke-5 saya belajar di sekolah ini. Banyak, terlalu banyak malah, hal yang saya pelajari. Yep, the kids, they teach me. Disiplin adalah salah satunya. 


Salah satu pesan Ibu Kepala Sekolah TK pada saya adalah, anak-anak seusia TK ini diajarkan dengan cara diajak dan diberi contoh. Misalnya, ada sampah plastik bekas--sebut saja Herryl--di kelas dan ia belum biasa membuangnya. Maka, yang harus kami lakukan adalah menggandeng Herryl menghampiri sampah tersebut dan mengajaknya membuang sampah di tempat sampah yang tersedia.

"Ayo, Nak, kita buang sampah di tempatnya, ya." Ujar Bu Kepala mencontohkan. Saya sangat hapal nada beliau yang super lembut dan meluluhkan anak-anak itu--yang tidak bisa saya contoh--ketika berbicara. Oke, kembali ke disiplin.

Pembiasaan tersebut ternyata menghasilkan kedisiplinan yang sadar pada anak-anak. Saya melihat anak-anak selalu membuang sampah pada tempatnya meski masih bertanya sesekali harus membuang sampah A di tong sampah warna apa. Oke, kita bahas tong sampahnya lain kali, ya. 

Kemudian, mereka para pembelajar cilik itu juga terbiasa untuk merapikan ruangan sebelum bermain di luar kelas, termasuk membereskan mainan yang telah mereka pakai. Alhasil, tidak jarang saya lihat mereka memegang sapu, kain pel, atau merapikan box yang berantakan. Alhamdulillah, tidak sia-sia rasanya suara sempat habis karena mengingatkan mereka bila terlupa, heuheu.

Banyak kegiatan yang mereka lakukan menunjukkan terbentuknya sikap disiplin dalam diri para pembelajar cilik tersebut. Menaruh sandal di rak samping kelas sebelum masuk ruangan, misalnya. Sebagian pembelajar akan mengingatkan temannya yang terlupa. Sankyu, lil bro, sudah mengingatkan temanmu 😊.

Apa lagi? Antre? Yep. Ketika di sekitar rumah saya ditemukan kesulitan antre untuk berbagai hal, para pembelajar cilik ini sudah terbiasa antre. Lagi, mereka akan saling mengingatkan temannya yang menyela antrean. 

Pembiasaan yang menghasilkan kedisiplinan, itulah yang diajarkan oleh para pembelajar cilik padaku, pada kita semua. 

Sabtu, 01 Juli 2017

Kinan in her playgroup: my first school

Okeh, Kinan udah lulus playgroup. Tsaaaah lulus. Yap, it means Kinan udah selesai sekolah playgroupnya. Ada yang tanya, habis ini TK dong? Mamanya mantap menjawab: tidak. Kenapa? Kinan mau dimasukkan ke TPA aja. Lho, udah playgroup mahal (bonafid) kok lanjutnya cuma TPA? Turun dong. Aish, abaikan nyinyiran barusan. May mau cerita sedikit tentang Kinan di sekolahnya yang lalu.

Awal masuk sekolah, Kinan antusias. She was attractive as a student. Mandiri katanya karena mamanya dibolehin ngerumpi cantik di ruang tunggu. It's oke, nggak apa-apa. Setiap pulang sekolah Kinan selalu cerita asiknya di sekolah main apa saja, eksperimen apa saja, dan cerita apa saja.

Sejak Agustus sampe medio Mei, Kinan minta mamanya duduk di kelas. What!? Ada apa? Kenapa yang lain ada kemajuan tapi Kinan seolah mundur kemandiriannya? Mama sampai sedih. Sedih lihat Kinan yang maunya sama mama, sedih juga nggak bisa ngemil sama ibu-ibu lain (lho?)

Tapi pertengahan Mei Kinan kembali mandiri walau nggak sepenuhnya. Oke nggak apa-apa, give her time for it. Hal penting yang May suka adalah Kinan bahagia di sekolahnya karena dia nggak dipaksa calistung atau hal lain.

Di sekolah Kinan, gurunya lebih mengarahkan ke pembiasaan. Biasa buka buku (mereka baca gambarnya dengan imajinasi yang wow), biasa buang sampah pada tempatnya (khususnya saat makan bersama), biasa mengucap tolong-terima kasih-maaf pada teman dan bu guru, pembiasaan antri, pembiasaan untuk sabar, juga pembiasaan lain. Pendidikan model begini ini yang memang May cari dari sekolahan. Yap, buat May, sekolah bukan cuma tempat belajar akademik. Lebih dari itu, sekolah adalah tempat Kinan jadi manusia terdidik sesuai fitrah.

Terlihat, Kinan kini di tengah orang asing bisa menjawab pertanyaan sederhana terkait dirinya. Ia tampak percaya diri. Padahal, kalau May lihat di sekolah cuma belajar cerita kegiatan liburan dan pembiasaan mengungkapkan keinginan. Ah ada yang terlewat rupanya dari si kecil nan percaya diri itu.

Kenapa di My First School?
Dalam radius 1 kilometer dari rumah, cuma ada playgroup yang manusiawi menurut May bisa dihitung pake ruas jari.  Salah satunya My First School. Kok manusiawi? Iya, karena buat May sekolah tingkatan playgroup tuh anak butuh pembiasaan baik bukan calistung. banyak kok anak pinter zaman sekarang yang buang sampah sembarangan. jadi, menurut May akademik bisa dipelajari usia 7 tahun tapi pembiasaan baik harus dari kecil, usia bayi kalau bisa. dan sekolah yang letaknya di belokan jalan pancoran barat VII ini sesuai dengan maunya May. gurunya enak, they treat us as partner lho. harganya juga muurah banget. tahun 2016 kemarin masuknya 4,8 juta bisa dicicil. seneng dong May bisa nyicil heuheuheu. yang paling penting, Kinan dicoba dulu kesiapannya sekolah. trial dulu, bisa nggak dia? kalau nggak bisa ya ditolak.