Kali ini aku bertugas membawa sebuah buku yang disensor. Lagi? Ya,dan tim LDF siap melindungiku katanya. Tapi yang kulihat di sini adalah...
"Hei, kau belum ganti baju, Kasumi?"
"Iya, Rika. Kabarnya Badan Sensor akan kemari, ya?"
Percakapan kedua anggota LDF juniorku membuatku terkejut. Sirine berbunyi dan mereka masih asik berbincang.
"Hei kalian! Segeralah bersiap dan lindungi aku!" Ujarku akhirnya tak tahan melihat mereka yang begitu santai. Tak ada yang berani menegur mereka karena kabarnya mereka adalah putri petinggi negeri ini. Bahkan Dojo lembut memperlakukan mereka, tidak seperti saat memperlakukanku. Kesal. Kulihat kedua orang itu menoleh.
"Melindungimu? Yang benar saja." Sahut Rika.
Kami-sama, aku hanya menjalankan prosedur.
"Kasahara!" Teriak seseorang. Siapa lagi kalau bukan Dojo, instruktur super galak itu? Aku menoleh dan menyadari makna panggilannya. Sebuah tangan merenggutku dan kami berguling sampai ke balik mobil box. Saat aku menoleh, kulihat lelaki tinggi kekar mendekapku--tepatnya menahanku--dan meminta buku yang kupegang. Sayup kudengar panggilan Dojo dan teman-teman serta rentetan tembakan yang baru dimulai.
"Siapa?"
"Berikan buku itu dan kami akan segera pergi" jawab lelaki itu.
Aku terkejut. Ini strategi baru yang belum kami tahu, menyusup di antara kami. Dan mereka melanggar aturan. Ah, apa mereka peduli dengan aturan?
Mataku tertuju pada tangan kanannya yang menahanku.
"Ini..."
"Apa?"
"Biarkan aku memegangnya."
"Hah?"
"Bekas luka yang di tangan ini mengingatkanku pada...pangeranku. tangannya juga banyak bekas luka."
"Aneh. Gadis bodoh." Sahutnya.
"Siapa yang bodoh?"
"Kau"
"Biarkan aku mengingatnya."
Grepp!! Badanku kembali terhuyung karena menjauh dari lelaki itu. Ada yang menarikku. Lagi. Dan ia memelukku sambil menghindari lelaki tadi.
"Bodoh." Ujarnya setelah kami di tempat aman. Tapi ia tak melepas pelukannya.
"Do..jo?"
"Kenapa lengah begitu? Kau membuatku khawatir, tahu!? Syukurlah kau--dan buku itu--baik-baik saja."
"Khawatir?"
Dojo segera melepas pelukannya. Ia kembali kikuk seperti biasanya. Iapun menepuk kepalaku seolah aku anak kecil. Perlakuannya ini yang membuatku menyukainya. Entah dengannya apakah menyukaiku. Yang pasti, aku senang bertugas bersamanya.
"A-ayo. Sebentar lagi selesai."
Aku mengangguk mengikutinya. Aku masih yersenyum sehingga ia berbalik dan menarik tanganku.
"Lama sekali."
"Aku pelari tercepat."
"Terserah. Jaga buku itu."
"Yokai."
Kami mengendap dengan tetap bergenggaman tangan.
"Dojo."
"Hmm"
"Arigatou."
"Hmm"
"Apa jawabanmu?"
"Berisik. Ke kiri."
"Ah. Haii"
Dan kurasakan genggamannya semakin erat.
"Lain kali jangan mau dipeluk lelaki lain"
"Eh?"
"Tadi. Kau suka?"
"Bu-bukan. Aku hanya ingat tangannya mirip tanganmu"
"Lewat sini" perintahnya lagi.
"Haii"
"Tanganku kenapa?"
"Aku..."
"Komaki di kanan kita. Tezuka di atas gedung. Kau bisa, kan, ke ruang penyimpanan sendiri?"
"Iya."
"Aku akan mengawasimu."
Aku mengangguk.
Misi itu segera selesai karena sepertinya juniorku banyak yang sanggup menahan badan sensor di gerbang. Aku lelah dan menuju asrama. Anko pasti menungguku cemas.
"Otsukare sama desuka Kasahara." Ucap seseorang. Tezuka! Dia tadi dikabarkan sempat terluka karena berhadapan dengan sniper juga. Segera kudekati ia.
"Otsukare sama desuka Tezuka. Kau baik-baik saja? Yokatta, aku senaaaang."
"Kau terlalu sumringah untuk tahu kondisiku. Apa kau mulai menyukaiku?"
"Ups! Bukan begitu, Tezuka. Hahaha, apa kata Anko nanti?" Jawabku sambil menepuk bahunya.
"Ouch! Baru juga diperban. Sakit."
"Ups. Maaf maaf. Hehe" aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal.
"Hei Kasahara. Jangan terlalu akrab dengan Tezuka. Di sana ada yang menatapmu tajam lho." Ujar Komaki-san sambil melewati kami.
"Eh?"
"Tuh" ucap Komaki-san lagi sambil memberi isyarat memakai kepalanya. Di sana, dekat pintu keluar, kulihat sosok pendek yang super galak: Dojo. Euh! Dia pasti menceramahiku lagi.
"Dia sih pasti akan ceramah lagi. Heran, sebegitu tidak sukanya dia padaku." Sahutku.
"Bukan tidak suka. Sudah sana, sepertinya dia menunggumu." Sahut Komaki-san.
"Iya, Kasahara. Pergilah." Lanjut Tezuka.
Duh, berat tapi sudahlah toh itu pintu keluar. Aku bisa langsung jalan ke asrama kalau dia ngomel.
"Kasahara. Kau dan Tezuka?" tanya Dojo saat aku sudah di dekatnya. Tuh, kan, pasti mau ceramah.
"Aku tahu kok dia dengan Anko. Aku kan cuma senang melihat dia baik-baik saja. Tidak boleh?"
"Bukan begitu."
Kami terus berjalan dalam diam. Aku lelah. Ingin segera tidur. Dojo mengantarku sampai asrama seperti biasa akhir-akhir ini. Dia memang lebih perhatian sejak ayah dan ibu datang. Tapi galaknya tetap ada. Semakin menjadi malah kalau boleh dibilang.
"Sudah sampai. Terima kasih, Dojo."
"Kasahara. Bisa kau hanya melihatku?" Tanyanya tiba-tiba, bukannya menjawab ucapan terima kasihku.
"Eh?"
"Aku hanya ingin kau melihatku."
"Dojo?"
Cup. Dia berjinjit mencium keningku.
"Tidurlah, sudah malam." Ujarnya sambil menepuk kepalaku kemudian meninggalkanku di depan pintu.
"Eh? Eeeeeeeh!?" Teriakku. Segera aku berlari ke kamar dan melompat ke kasur. Mungkin mukaku sudah sangat merah sekarang. Dojooooooooooooo
Thanks for sharing, sukses terus..
BalasHapus