Ya, senja mendekati masa. Ia tak tahu bagaimana mengubah sebuah rasa yang tak berwarna ceria. Kau tahu, bahkan akupun terpana dengan warna yang ada. Ikut merasa tidak gembira. Tak dinyana, ternyata kau terlalu tidak suka. Tampak sekali kau mengedepankan sindiran kata
Saudaraku, kurasa tak ada gunanya melayani maumu. Jika memang jalanku menurutmu salah, tegurlah. Tapi bila benar kita beda jalur, biarlah. Selama aku masih menyembah Allah, selama aku masih menjalani syariatnya, tak apa kan aku berbeda cara? Apa semua harus sama sepertimu? Oh Tidak! Aku tak mau dunia selalu satu warna, tak indah kelihatannya.
Sausaraku, aku bosan melihatnya. Tak bisakah kau menerimaku? Kenapa harus aku yang menjalani cinta sebelah tangan ini? Aku cukup perasa, kawan. Ketika seseorang mencintaiku, aku merasakannya. Pun ketika seseorang membenciku, aku bisa merasakannya. Kini, kenapa kau membenciku?
Kata orang, sudahlah, May punya hidup sendiri. Tapi, ternyata aku tak mampu sekuat itu, tak mampu secuek itu. Katakan langsung kalau kau membenciku, dan itu cukup bagiku, dibanding sindiranmu yang membuatku muak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar